nyaho can tangtu ngarti…

nyahoRangkaian kalimat ini kami peroleh di sekitar tahun 2006 dari Abah Iwan Abdurachman, petuah yang disampaikan kepada beliau (abah Iwan) dari guru silatnya Aki Muhidin di Cianjur. Tujuh tahun berlalu, dan kami akhirnya menemukan di mana kami bisa menemukan tempat untuk kalimat-kalimat di atas ini ke dalam rangkaian konsep pembelajaran holistik di Semi Palar.

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah : “tahu belum tentu paham; paham belum tentu mampu; mampu belum tentu terbiasa; terbiasa belum tentu menjadi” (menjadi : menjadi bagian dari diri kita). Kalau kita telisik, kalimat2 dari Aki Muhidin tersebut betapa kalimat-kalimat tersebut mencerminkan diri kita orang-orang Indonesia. Sering kali kita berhenti saat kita sudah merasa nyaho. Contoh sederhana, semua orang di Indonesia tahu bahwa kita tidak boleh buang sampah sembarangan. Apakah paham? Belum tentu… Apakah kita mampu? Mungkin ya, satu-dua kali… Apakah kita terbiasa? Tanda tanya besar.

Dari pengalaman persekolahan kita dulu selama bertahun-tahun, kita semua harus mengakui, hampir semua pembelajaran kita hanya berhenti di tahap ‘nyaho’. Kita sekedar tahu untuk bisa menjawab soal ulangan dan memperoleh nilai. Waktu berjalan, dan ini menjadi bagian dari proses berpikir kita. Kita merasa sudah cukup, sudah OK walaupun masih hanya sebatas tahu. Kadang lebih parah, ada hal-hal yang kita bisa lakukan, tanpa memiliki pemahaman yang cukup. Nyaho, bisa, tapi teu ngartieun (tidak paham).

Kalimat di atas, yang kami sebut sebagai taksonomi Aki Muhidin adalah sebentuk kearifan lokal yang kami gunakan sebagai dasar-dasar pembelajaran Semi Palar. Memahami dan menghayati kalimat2 di atas adalah proses kesadaran dan perlu kita hayati bersama agar kita bisa memahami proses pembelajaran yang sedang dialami anak-anak kita di Semi Palar melalui pendidikan holistik.

Di dalam proses pembelajaran, apa yang diungkapkan oleh Aki Muhidin menggaris bawahi apa yang dikenal sebagai Deeper Learning. Pembelajaran yang bukan sekedar mengetahui (knowing) tapi juga memahami (understanding) dan lebih jauh lagi memampukan (capable of doing) dan puncaknya adalah menghayati (being). Penghayatan, menghayat apabila dijabarkan lebih jauh adalah proses ngajadi, menjadikan sesuatu pengetahuan / pengalaman / pemahaman sebagai bagian dari diri kita.

Apabila proses ini berhasil kita fasilitasikan kepada anak-anak kita, kami berkeyakinan anak-anak kita akan menemukan dan menjadi dirinya sendiri; menemukan bintang mereka masing-masing; dan dengan demikian kita harapkan mereka akan Semi Palar – tumbuh menjadi harapan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.