Istilah life-long learning atau pembelajaran sepanjang hayat sudah sering kita dengar, tetapi sejauh manakah sudah betul-betul kita pahami maknanya? Pembelajaran anak-anak kita di Semi Palar adalah bagian integral dari proses ini, proses belajar sepanjang hayat. Proses ini dapat kita imajinasikan sebagaimana anak menyusun sebuah jigsaw puzzle besar tentang diri dan kehidupan mereka.
Puzzle yang sedang dikerjakan anak kita ini tidak kita ketahui jelas seperti apa gambarnya, tidak kita ketahui betul berapa besar ukurannya. Di Semi Palar, hal ini kita hayati sebagai proses anak-anak menemukan dirinya sendiri; proses memahami diri dan kehidupan mereka.
Yang perlu kita yakini, puzzle ini memang bergambarkan diri anak kita dan kehidupannya. Dari setiap pengalaman hidupnya – positif ataupun negatif, dari proses belajarnya, anak-anak kita akan menemukan keping demi keping bagian puzzle besar ini. Dari semua peristiwa hidupnya, anak-anak akan menemukan kepingan-kepingan puzzle dirinya, berupa kepingan-kepingan pengetahuan, kepingan kesadaran yang harus ia tempatkan sebagai bagian puzzle besar dirinya tadi…
Ada kalanya kepingan yang ditemukannya seakan merupakan keping yang tidak bermakna karena belum ’nyambung’ dengan kumpulan kepingan yang sudah dimilikinya. Dengan berjalannya waktu, dari pengalaman hidupnya dan dari proses belajarnya, ia akan menemukan bahwa suatu waktu nanti kepingan-kepingan puzzle yang sudah ditemukan tapi masih tercecer-terserak akan menjadi bermakna saat kepingan ini dapat ditemukan sambungannya dengan kepingan lain yang sudah saling terhubung. Sampai kapan proses ini berjalan? Proses ini akan berjalan sepanjang hidup anak-anak kita. Tentunya gambar puzzle kehidupan anak kita akan sekaya pengalaman (positif maupun negatif) yang bisa kita hadirkan dalam kehidupan anak-anak kita.
Di ranah filsafat proses belajar seperti ini dikenal sebagai konstruktivisme, yang memahami bahwa proses belajar manusia adalah sebuah proses di mana (sang pembelajar) anak mengonstruksi pengetahuan, pemaknaan dan penghayatannya sendiri. Proses ini adalah proses internal, di mana kita (orang tua dan guru) sebagai pendidik hanya dapat membantu menciptakan suasana dan kesempatan agar anak-anak memperoleh pembelajaran dari pengalaman-pengalamannya – tentunya berbagai bentuk pengalaman baik yang positif maupun yang negatif. Di sinilah peran kita sebagai fasilitator – yang perannya adalah memfasilitasi pembelajaran).
Proses ini, tentunya berbeda dari pengalaman kita di sekolah dulu, di mana guru adalah pengajar – yang perannya adalah mengisikan pengetahuan dari buku-buku pelajaran ke dalam benak kita… Semoga catatan kecil ini bisa membantu kita memahami proses belajar anak-anak kita di Semi Palar – yang berbeda dari proses yang kita alami dulu.
[aas]