berkenalan dengan Bumi Langit Institute

 

22 September 2014, hari pertama perjalanan tahun ke sebelas Rumah Belajar Semi Palar, petang hari di Pendopo Semi Palar diselenggarakan sebuah forum terbuka untuk bincang-bincang dan berbagi cerita. Merefleksi perjalanan 10 tahun Semi Palar sambil memetakan perjalanan rumah belajar ini ke depan.

Pertemuan ini adalah kegiatan perdana yang kita laksanakan untuk mensyukuri perjalanan 10 tahun Rumah Belajar Semi Palar yang memang sungguh patut kita syukuri segala suka dan dukanya.

Kesempatan kali ini sambil sedikit menengok ke belakang, saya bersama kak Dhila dan kak Taufanny berbagi cerita tentang perjumpaan dengan perkenalan kami dengan Bumi Langit Institute. BLI adalah sebuah komunitas belajar yang berlokasi di daerah Imogiri, Jogjakarta – sekitar satu jam perjalanan ke arah Tenggara kota Jogjakarta. Tanpa direncanakan, seminggu sebelum 10 tahun Semi Palar, saya berkesempatan untuk singgah dan bermalam di BLI, atas bantuan kak Dhila yang sudah sejak 2 tahun yang lalu berkenalan dengan Bumi Langit Institute. Kak Dhila sendiri adalah kakak Smipa yang aktif sekitar 3 tahun yang lalu mendampingi teman-teman di jenjang PG dan TK. Lewat kak Dhila dan kak Taufan inilah Semi Palar dimungkinkan berjumpa dan berkenalan dengan BLI di perjalanan tahun ke 10nya.

 

C360_2014-09-22-16-39-52-752

kak Dhila dengan bersemangat menceritakan hal-hal yang dialaminya di Bumi Langit Institute.

Lalu apa yang menjadi spesial dari Bumi Langit Institute? Sejauh saya bersama kakak-kakak mengolah dan merancang pembelajaran holistik di Smipa, membuat program dan merangkai perjalanan belajar bagi anak-anak Semi Palar, Bumi Langit yang didirikan oleh pak Iskandar adalah sebuah realisasi, pengejawantahan yang nyata dari nyaris seluruh konsep pembelajaran di Rumah Belajar Semi Palar. Di sana, kehidupan yang holistik dari segala aspeknya bisa dilihat dan dialami secara nyata, dihidupi oleh pak Iskandar dan keluarga besar bersama extended familynyaSangat luar biasa, sangat berkesan. Tiga malam saya dan kak Dhila bermalam di sana, saya mengamati, merasakan dan berusaha memetakan segala aspek pembelajaran yang kita coba wujudkan di Semi Palar, dan di Bumi Langit saya bisa melihat dengan jelas bagaimana aspek-aspek tersebut muncul secara nyata dan alamiah sebagai bagian dari siklus dan pola kehidupan di sana. Jujur bagi saya, ini seakan sesuatu yang seakan too good to be true. Mudah-mudahan saya tidak lebay tapi begitulah apa yang saya rasakan.

Di perbukitan Imogiri yang kering, keras dan berbatu, pak Iskandar membangun kehidupannya dalam setting sebuah desa. Ada sebuah rumah induk, lalu beberapa rumah kecil ditata di sekelilingnya. Kegiatan utama di Bumi Langit adalah berkebun. Di sana ada kebun sayuran, berbagai jenis sayuran di sana, mereka memelihara sapi, domba, kelinci dan ayam. Di samping itu ada sebuah pendopo besar yang disebut warung di mana Bumi Langit menjual menu-menu sehat olahan hasil kebun Bumi Langit kepada para pengunjung – sambil mendapatkan edukasi / wawasan tentang pangan yang sehat dan baik (thoyib).

 

Pak Iskandar tinggal bersama anak, istri dan keluarga besarnya. Ditambah banyak warga Bumi Langit yang pindah dari banyak daerah untuk tinggal bersama pak Iskandar. Rio, misalnya datang dari Bandung, ada Adri, anak muda dari Jakarta dan Arief yang asalnya dari Magelang. Mas Anam tinggal bersama keluarganya setelah bertugas di Papua. Yang sangat mengherankan adalah saya juga berjumpa dengan mr. Syafiq, dari Capetown – Afrika Selatan. Beliau sedang dalam proses memindahkan keluarganya ke Bumi Langit. Ada juga pasangan muda Jepang dan Indonesia yang juga berproses untuk tinggal di sana, dan juga keluarga dari Inggris. Luar biasa. Begitu besar daya tarik tempat ini sampai begitu banyak orang ingin pindah ke tanah Imogiri ini.

Saya kira ada kerinduan yang besar – sesuatu yang menjadi daya tarik bahwa kehidupan yang serba sederhana. Bertani-berkebun, menanam pangan kita sendiri, dan makan dari apa yang betul merupakan hasil dari jerih payah kita sendiri. Kita, manusianya menjadi bagian integral dari proses / siklus kehidupan. Seperti yang dikatakan Mr. Shafiq kepada saya (ini dikisahkannya dengan begitu antusias sambil bersama-sama mengaduk makanan sapi), “I have never experienced life like this before. I always feel so eager to wake up early in the morning, can’t wait to go back into the field!” Setelahnya saya makan pagi di meja panjang di belakang dapur. Sarapan roti sorgum dan selai buah kebun, di samping saya duduk Ishmail yang datang dari Perancis, pemuda kelahiran Algeria, di depannya ada Kaede, mahasiswi Jepang yang belajar tentang kehidupan pedesaan di Indonesia, di sampingnya duduk Mr. Shafiq, yang menanti keluarganya pindah ke Bumi Langit. Di depan saya ada mas Anam yang mengelola operasional Bumi Langit sehari-hari. Sebuah setting yang bagi saya ajaib… seperti sedang bermimpi… Memang Bumi Langit adalah tempat yang menakjubkan buat saya.

Terkait proses belajar anak-anak di Semi Palar, saya yakin betul bahwa proses belajar mereka akan genap, akan lengkap saat mereka berkesempatan tinggal di sana dan masuk dalam siklus kehidupan holistik di Bumi Langit. Saya yakin kepingan-kepingan pembelajaran bagi mereka akan mereka dapatkan di sana – dari pengalaman hidup di sana. Seperti yang pak Iskandar ungkapkan, “…holistik itu bukan sekedar utuh, tapi juga holy dalam pengertian suci, sakral”. Sayapun sangat bersepakat bahwa kehidupan yang dianugerahkan Sang Pencipta ini adalah sakral adanya.

Menutup catatan ini, jangan-jangan di bawah sadar, selama ini diri saya memang mencari – berusaha menemukan pola kehidupan seperti ini, sebagai konfirmasi bahwa pembelajaran holistik adalah bukan sesuatu yang imajiner dan bukan hanya sekedar angan-angan.

Begitu hangat, begitu terbuka pak Iskandar dan warga Bumi Langit menerima kehadiran saya di sana. Berbincang dengan kak Dhila, kita sempat mengibaratkan tamu-tamu di sana sebagai raja. Saya terdiam sejenak, lalu saya bilang, “bukan Dhila, bukan seperti raja, tapi seperti keluarga yang pulang ke rumah”. Saat menuliskan catatan ini, terasa kerinduan yang kuat terhadap tempat dan semua warga Bumi Langit yang sempat saya jumpai… Saya kira perjumpaan istimewa ini bukan sekedar perjumpaan biasa. Saya meyakini tidak ada peristiwa kebetulan, dan dalam langkah-langkah ke depan, saya berharap bisa memaknai perjumpaan ini lebih mendalam. Sekian…

Tautan : situs web Bumi Langit Institute | grup facebook Sahabat Bumi Langit

 
(sebelum pamitan saya minta ijin pak Iskandar untuk menuliskan catatan ini di sini. Semoga teman-teman di Bumi Langit Institute berkenan dengan penceritaan saya. Mohon koreksinya seandainya ada hal-hal yang tidak tepat atau tidak pas. Salam hormat buat kawan-kawan semua di Bumi Langit Institute :)) 
Tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.

4 Responses to berkenalan dengan Bumi Langit Institute

  1. Wulan says:

    saya share link nya ya Pak Andy……

  2. Arum says:

    Cerita ini sudah 3 tahun dituliskan. Saya sudah membacanya sejak 3 tahun yang lalu. Sampai akhirnya, terwujud juga cita-cita mampir ke Bumi Langit. Saya sangat sepakat dengan penulis. Tempat ini meninggalkan kerinduan di hati. Kehidupan yang sederhana dan sangat berkesan. Sangat bersyukur bisa belajar dari pak Is dan orang-orang yang berada di Bumi Langit.

  3. Matheus Aribowo says:

    Dengan segera saya berharap dapat tinggal dan berbagi cerita di sana.
    Sangat penasaran, model kehidupan yang dihidupi Bumi Langit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.