Ada yang berbeda dengan upacara Agustusan di Smipa untuk tahun ini, karena yang menjadi petugas upacara adalah kakak-kakak (guru) dengan pemimpin upacaranya salah seorang perwakilan dari orang tua siswa. Suasana khidmat melingkupi perasaan kami sepanjang jalannya upacara, baik kami para kakak, anak-anak, maupun sebagian orang tua yang juga ikut hadir sebagai peserta upacara.
Upacara adalah satu bentuk ritual dalam tradisi sejarah yang bertujuan untuk memeringati sebuah peristiwa penting yang pernah terjadi di masa lalu. Dalam hal ini, upacara bendera yang rutin kita laksanakan adalah peringatan bagi peristiwa kemerdekaan yang pernah bangsa kita rayakan di tanggal 17 Agustus 1945. Tentu bukan hanya peristiwanya saja yang mesti kita peringati, tapi makna yang terkandung di dalamnya tentang arti perjuangan dan kecintaan terhadap bangsa (nasionalisme).
Namun, seperti juga hal-hal lain yang telah menjadi rutinitas, biasanya kegiatan yang telah menjadi rutin sering membuat kita lupa pada tujuan awal kenapa kegiatan itu sendiri mesti dilakukan. Lebih jauh rutinitas terkadang menjebak kita pada sebuah kegiatan fisik yang hanya harus sekadar dijalani tanpa ada makna tertentu yang mengiringinya. Berangkat dari keadaan itulah, kami para kakak telah mencoba menghayati kembali makna upacara, baik bagi kami sebagai personal: tentang kemerdekaan diri, peran diri sebagai pendidik, perjuangan untuk keluarga, dan lain sebagainya, maupun bagi kami sebagai bagian dari bangsa Indonesia: tentang keharusan untuk selalu berjuang mencintai negeri dan memberikan sesuatu untuk bangsa ini.
Bangsa Indonesia, seperti pandangannya Ernest Renan tentang bangsa, adalah sebuah kesatuan entitas yang bukan didasarkan pada kesamaan ras, wilayah, agama, suku, atau apapun, tapi pada kesamaan pengalaman sejarah dan harapan baik akan masa depan. Dan nasionalisme kita, seperti pandangannya Sukarno, adalah kecintaan terhadap bangsa dalam konteks internasionalisme, pada kesejajaran antar bangsa untuk perdamaian dunia. Maka setelah mengalami masa penjajahan dan pergantian orde selama masa kemerdekaan, selayaknya telah membuat bangsa kita semakin kuat dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan seperti sekarang ini.
Ya, kita masih harus meresapkan makna perjuangan dan nasionalisme di era sekarang ini, karena nyatanya, pun semua orang sepakat, jika saat ini bangsa kita belum benar-benar bisa meraih kemerdekaan yang sejati. Masih banyak hal yang harus diperjuangkan oleh bangsa ini: lepas dari jeratan hegemoni ekonomi negara asing, menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan sosial, mengubah mental inferior dan konsumtivisme, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kami yakin, jika peran kami di dunia pendidikan bisa cukup mempunyai andil dalam upaya perubahan keadaan bangsa ke arah yang lebih baik.
Kembali pada kegiatan upacara yang kami laksanakan, kami para kakak Smipa yang berpakaian putih sebagai tanda kemurnian itikad, dan anak-anak yang berpakaian corak nusantara sebagai tanda kekayaan budaya, telah mencoba ikut berpartisipasi dalam upaya mencintai bangsa ini dengan setulus hati. Sang merah putih yang berkibar diiringi alunan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan penuh khidmat, telah semakin menggenapkan sebuah keyakinan, bahwa kita akan terus berjuang untuk sebuah kemerdekaan yang benar-benar sejati.
“Kemerdekaan adalah jembatan emas, di seberang jembatan inilah kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi”__ Sukarno.
refleksi oleh kak Rizky Satria – kakak pendamping kelompok Sinabung